MENILIK HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
PADA UU No. 17 Tahun 2012 Tentang PERKOPERASIAN
I. Pengantar
Babak baru koperasi dimulai lewat di sahkannya UU No.17
Tahun 2012 yang menggantikan UU terdahulu No.25 Tahun 1992. Penggantian UU lama
didasarkan satu pertimbangan tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan
kebutuhan.
Mencermati UU yang baru, ada beberapa hal yang memerlukan
perhatian khusus segenap pegiat koperasi, sebab hal ini berkaitan dengan penyesuain
di tingkat operasionalisasi organisasi dan usaha koperasi.
II. Sebagian Dari Isi Yang Memerlukan Perhatian
Sebagai bagian Dari gerakan koperasi, segenap penggerak
koperasi perlu membaca secara utuh, mempelajari dan menjadikan dasar
dalam mengelola organisasi dan usaha koperasi. Sebagai sebuah awalan, berikut
ini disampaikan bebapa cuplikan isi UU No. 17 Tahun 2012:
A
|
TENTANG ORGANISASI
|
1.
Jenis koperasi hanya 4 (empat) yaitu; produsen,
konsumen, KSP dan jasa lainnya (Pasal 83)
2.
Pencantuman jenis koperasi dalam Anggaran Dasar
Koperasi. (Pasal 82)
3.
Koperasi wajib mempunyai tujuan dan kegiatan usaha yang
sesuai dengan jenisnya (Pasal 18)
4.
Pendirian koperasi dengan akta notaris (Pasal 9)
5.
Koperasi dilarang memakai nama yang telah dipakai secara
sah oleh koperasi lain dalam satu kabuaten atau kota
6.
Nama untuk koperasi sekunder harus di akhiri dengan
sebutan (Skd) (Pasal 17)
7.
akan dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan KSP (Pasal 94)
8.
akan dibentuk Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam
(Pasal 100)
9.
Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip
ekonomi syari’ah (pasal 87, ayat 3)
10. KSP dilarang berinvestasi pada usaha sektor riil (pasal 93, ayat 5)
11. KSP harus memperoleh izin usaha dari mentri (Pasal 88)
|
|
B
|
TENTANG KELEMBAGAAN
|
B.1. Rapat Anggota
|
|
1.
Rapat Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban
Pengurus diselenggarakan paling lambat 5 (lima) bulan setelah tahun buku
Koperasi ditutup (Pasal 36, poit 1 Ayat 2).
2.
Undangan kepada anggota untuk menghadiri Rapat Anggota
di kirim oleh pengurus paling lambat 14 hari sebelum rapat anggota di
selenggarakan (Pasal 34, ayat 4)
3.
undangan juga meliputi pemberitahuan bahwa bahan yang akan
di bahas dalam rapat anggota tersedia di koperasi. (pasal 34, Ayat (5)
|
|
B.2. Pengawas
|
|
1.
Pengawas, pengurus dan pengelola harus memiliki standar
kompetensi. (Pasal 92)
2.
Pengawas mengusulkan dan memberhentikan (sementara)
pengurus (Pasal 50)
3.
Pengawas mengusulkan calon pengurus (Pasal 50, Ayat 1
poin a)
4.
memberhentikan pengurus untuk sementara waktu dengan
menyebutkan alasannya (Pasal 50, Ayat 2 poin e)
|
|
B.2. Pengurus
|
|
1.
Pengawas, pengurus dan pengelola harus memiliki standar
kompetensi. (Pasal 92)
2.
Pengurus di pilih dari orang perseorangan, baik anggota
maupun non anggota (Pasal 55)
3.
pengurus dipilih dan diangkat pada rapat anggota atas usul
pengawas (Pasal 56, Ayat 1 )
4.
Gaji dan tunjangan setiap pengurus di tetapkan oleh
Rapat Anggota atas usul pengawas (Pasal 57)
|
|
C
|
TENTANG KEANGGOTAAN dan PERMODALAN
|
C.1. KEANGGOTAAN
|
|
1.
keanggotaan koperasi bersifat terbuka. (Pasal 26, ayat
3)
2.
Keanggotaan Koperasi tidak bisa di pindah tangankan
(Padal 28, Ayat 2)
3.
KSP wajib mendaftarkan non-anggota menjadi anggota
koperasi paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini
(Pasal 123)
|
|
C.2. PERMODALAN
|
|
1.
Modal awal terdiri dari setoran pokok dan sertifikat
modal koperasi (Pasal 66, Ayai 1)
2.
selain modal awal : (i) hibah; (ii) modal penyertaan;
(iii) modal pinjaman yang berasal dari anggota;koperasi lainnya; bank dan
lembaga keuangan lainnya; penerbitan obligasi dan surat hutang
lainnya; pemerintah dan pemerinrah daerah (Pasal 66, Ayat 2).
3.
Setoran pokok tidak dapat dikembalikan (Pasal
67)
4.
Setiap Anggota Koperasi harus membeli Sertifikat Modal
Koperasi yang jumlah minimumnya ditetapkan dalam Anggaran Dasar. (Pasal 68,
ayat 1)
5.
Koperasi harus menerbitkan Sertifikat Modal Koperasi
dengan nilai nominal per lembar maksimum sama dengan nilai Setoran Pokok.
(Pasal 68, ayat 2)
6.
Pembelian Sertifikat Modal Koperasi dalam jumlah
minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanda bukti penyertaan
modal Anggota di Koperasi. (Pasal 68, ayat 3)
7.
Sertifikat Modal Koperasi tidak memiliki hak suara.
(Pasal 69, ayat 1)
8.
Sertifikat Modal Koperasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikeluarkan atas nama. (Pasal 69, ayat 2)
9.
Nilai nominal Sertifikat Modal Koperasi harus
dicantumkan dalam mata uang Republik Indonesia. (Pasal
69, ayat 3)
10. Penyetoran
atas Sertifikat Modal Koperasi dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau
dalam bentuk lainnya yang dapat dinilai dengan uang. (Pasal 69, ayat 4)
11. Dalam
hal penyetoran atas Sertifikat Modal Koperasi dalam bentuk lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dilakukan penilaian untuk memperoleh nilai pasar
wajar. (Pasal 69, ayat 5)
12.
Koperasi dapat menerima Modal Penyertaan dari; (i) Pemerintah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau; (ii)
masyarakat berdasarkan perjanjian penempatan Modal Penyertaan. (pasal 75 ayat 01)
13.
Pemerintah
dan/atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapat bagian
keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dibiayai dengan Modal Penyertaan.
(pasal 75 ayat 04).
14. Perjanjian
penempatan Modal Penyertaan dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 75 ayat (1) huruf b sekurang-kurangnya memuat: (i) besarnya Modal
Penyertaan; (ii) risiko dan tanggung jawab terhadap kerugian usaha; (iii)
pengelolaan usaha; dan (iv) hasil usaha. (Pasal 76)
|
|
D
|
SHU
|
1. Mengacu
pada ketentuan Anggaran Dasar dan keputusan Rapat Anggota, Surplus Hasil Usaha
disisihkan terlebih dahulu untuk Dana Cadangan dan sisanya digunakan
seluruhnya atau sebagian untuk: (i) Anggota sebanding dengan transaksi usaha
yang dilakukan oleh masing-masing Anggota dengan Koperasi; (ii) Anggota
sebanding dengan Sertifikat Modal Koperasi yang dimiliki; (iii) pembayaran
bonus kepada Pengawas, Pengurus, dan karyawan Koperasi; (iv) pembayaran
kewajiban kepada dana pembangunan Koperasi dan kewajiban lainnya; dan/atau;
(v) penggunaan lain yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar. (Pasal 78,
ayat 1)
2. Koperasi dilarang
membagikan kepada Anggota Surplus Hasil Usaha yang berasal dari transaksi dengan
non-Anggota. (Pasal 78, ayat 2)
3.
Surplus Hasil Usaha yang berasal dari non-Anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan untuk mengembangkan usaha
Koperasi dan meningkatkan pelayanan kepada Anggota. (Pasal 78,
ayat 3)
|
|
E
|
MULAI BERLAKU
|
1. Disahkan
di jakarta, 29 Oktober 2012, di tanda tangani oleh Presiden RI
2. Di Undangkan
di Jakarta, 30 Oktober 2012 oleh Kemenhumkan RI
3. UU No 17
Tahun 2012 ini berlaku sejak di undang-undangkan.
4. Peraturan
Perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang di teteapkan paling
lambat 2 (dua) tahun sejak di undang-undang kan.
|
|
F
|
PR BESAR DALAM PENYESUAIAN
|
1.
Pemisahan dari KSU menjadi koperasi sesuai jenis yang
di atur oleh UU no 17 tahun 2012
2.
Konversi permodalan koperasi dari simpanan pokok,
simpanan wajib, simpanan sukarela menjadi setoran pokok dan sertifikat modal
koperasi
3.
Kompetensi pengurus, pengawas dan pengelola.
|
III. Penutup
Demikian disampaikan sebagai bagian dari sosialisasi UU
No.17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian. Untuk melengkapi pengetahuan dan
pemahaman, kepada segenap aktivis koperasi disarankan untuk membaca UU No.17
Tahun 2012 secara lengkap sehingga memperoleh pemahaman yang utuh. Atas
perhatiannya di ucapkan terima kasih.
.
Pemberlakuan Undang-undang (UU) No. 17 tahun 2012 tentang Koperasi justru menyulitkan operasional koperasi.
BalasHapusKetua Koperasi Wanita Setia Budi Wanita Jawa Timur Sri Untari mengatakan dengan dalam salah satu pasal UU tersebut disebutkan bahwa operasional koperasi harus dipisah sesuai dengan jenis usahanya.
“Mengacu UU tersebut, maka tidak boleh lagi ada koperasi serba usaha (KSU). Harus dipisah menjadi koperasi simpan pinjam (KSP), koperasi produksi (KP), koperasi konsumen (KK), dan koperasi jasa (KJ),” katanya, Kamis (24/1/2013).
Dalam praktiknya, sulit memecah KSU menjadi KSP, KK, dan KP. KSU bisa bubar di tengah jalan karena berarti harus merubah anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya (AD/ART).
Seperti di Koperasi Wanita Setia Budi Wanita Jatim, lanjut dia, yang merupakan KSU dipastikan akan berantakan jika harus memecah kegiatan usaha menjadi beberapa koperasi.
Penyebabnya, untuk memecah koperasi maka koperasi harus dibubarkan terlebih dulu dan AD/ART-nya diganti. Dampak berikutnya, tidak mudah menarik anggota untuk menjadi anggota koperasi lagi.
Persoalan lainnya, dengan dipecahnya koperasi maka nantinya pengurusnya juga harus berbeda antara pengurus koperasi yang satu dengan lainnya. Padahal, faktor pengurus biasanya menjadi alasan utama orang untuk bergabung dalam koperasi. Faktor kepercayaan terhadap figur pengurus menjadi pertimbangan utama seseorang masuk menjadi anggota koperasi.
Problem lainnya, dalam praktiknya tidak mudah mencari pengurus yang mempunyai kualifikasi bagus, baik dalam kompetensi pekerjaannya maupun ke pribadiannya. “Jadi UU No. 7 tahun 2012 lebih banyak mudharat daripada manfaatnya.”
Memang, dia akui, ada beberapa pasal yang bagus dalam UU tersebut di antaranya terkait dengan adanya lembaga penjamin simpanan koperasi dan lembaga pengawasan koperasi.
Namun dari sisi disain besar, tampaknya UU koperasi lebih menempatkan koperasi sebagai lembaga bisnis biasa. Padahal esensinya koperasi adalah ekonomi gotong royong.
Dia mencontohkan bolehnya penyertaan modal dari investor dengan catatan dana dari investor tidak boleh dinikmati anggota. “Berarti kalau seperti itu kami orang koperasi menyejahterakan pemodal, bukan anggota.”
Karena itulah, idealnya landasan koperasi tetap mengacu UU No.25/1992 dengan penyempurnaan beberapa pasal. Contohnya terkait dengan perlunya lembaga penjamin simpanan koperasi dan lembaga pengawasan.